Dewasa ini, khalayak umum sedang mengalami dilema, khususnya tantangan tingkat kepercayaan terhadap pesantren setelah bertupi-tubi dihantam isu yang kurang mengenakan. Namun demikian, disinyalir ada upaya pihak tertentu untuk mengembosi kepercayaan masyarakat itu sendiri. upaya itu sangat terang benderang dan itu bisa terlihat bagaimana dilaman-laman media sosial sangat ramai di perbincangkan. Kasus-kasus tentang pesantren yang sebenarnya tidak perlu di disebar luaskan tidak bisa di bendung oleh kalangan pesantren yang tak luput dari pantauan media. Alhasil, menjadi bumbu bagi oknu tertenru untuk dijadikan tagline. Tantangan pesantren untuk mempertahankan marwah dan kebijaksaan di pangung masyarakat semakin krusial, ditengah fitnah dan kabar yang kurang mengenakan terus menerus berhembus dan dijadikan bahan untuk menjatuhkan.

Berikut juga stigma yang tengah alot digembar-gemborkan, yakni muculnya stigma feodalisme di dalam tubuh pesantren. Beberapa oknum tentunya paham, bahwa kasus yang muncul pasti bisa cepat di redam, tetapi tidak dengan sebuah pemikiran. Maka memberi pengaruh masyarakat dengan menyampaikan ide profan tentu akan lebih menusuk. Maka di bingkailah sebuah pandangan tentang pesantren yang katanya menganut sistem feodalisme.

Feodalisme sendiri adalah sistem sosial dan ekonomi yang bertumpu pada pengaruh dan kekuasaan elit tertentu, dimana kekuasaan hanya di kendalikan oleh segelintir orang. Hierarki ketat sosial antara raja dan warga menjadi hal fundamental, dimana raja memegang penuh atas kuasa rakyatnya. Seluruh wilayah menjadi kuasanya, baik itu sumber daya alam maupun manusianya. Maka perbudakan dan ketidakadilan adalah sesuatu yang lumrah terjadi pada sistem ini Hak-hak dari pada rakyat dan alamnya menjadi kendali penuh seorang raja, Kekuasaan hanya terkonsentrasi di tangan kaum bangsawan sedang rakyat kecil tidak bisa hidup setara dan cendrung hidup dalam lingkaran kemiskinan.

Ekploitasi kepada kaum bawah, dengan sistem penghambaan dan kesetiaan kepada seorang raja dan kalangan bangsawan. Warga dituntut untuk patuh setia kepada raja, maka jalan penghabaan kepada raja adalah salah satunya. Sistem penghambaan ini disebut “serfdom”, dimana warga memilki kewajiban kepada seorang raja. Penghambaan sepenuhnya, apapun yang diinginkan raja dan bagsawan harus dituruti dan konsekuensi yang akan didapatkan apabila membangkang adalah hukuman yang berat. Maka dari pada itu sistem ini banyak pertentangan, dan banyak terjadi gejolak dan api rakyat yang tidak bisa redam.

Kemudian, Sistem feodalisme ini sering dikaitkan dengan dengan sistem yang berkembang di pesantren. Karena ada pola yang hampir mirip dengan sistem feodalisme itu sendiri.  di tubuh pesantren memang terdapat struktur Hierarki. Hierarki tertinggi dalam lembaga ini adalah seorang kiayi. Selanjtunya anak kiyai, ustaz /ustazah, dan santri. kalangan kiyai dan keluarga kiyai adalah golongan paling tinggi. selajtunya dan seterusnya, tetapi pada dasarnya  yang berada di lingkungan tersebut sejatinya berguru kepada seorang yang di disebut kiai

Anggapan feodalisme di pesantren itu sendiri muncul karena ada pola relasi sosial yang berlaku antara santri dengan kiyai. Kondisi dimana sebuah ketaatan yang dilakukan oleh santri terhadap seorang kiyai atau guru, seolah-olah membentuk pola seperti hamba dan raja. Dalam sistem feodal, orang di paksa untuk tunduk berdasar status sosial, bekerja atas perintah raja, mengekplotasi tanpa mempertimbangkan hak-haknya. Tetapi berbeda dengan yang terjadi di pesantren.

Santri menghormati kiai bukan karena kekuasaan absolut, tetapi karena ilmu yang dimiliki oleh kiai dan pengaruh spiritual yang mereka berikan, maka santri taat bukan dalam artian penghambaan tetapi lebih mengarah kepada ketaatan yang bersifat keilmuan. Bagi seorang santri menjalankan perintah guru adalah sebuah moral dan tanggung jawab yang harus benar-benar akan dilaksanakan. Seorang santri pantang untuk menolak perintah seorang kiyai, karena menurut keyakinanya bahwa salah satu syarat untuk mendapatkan ilmu dan keberkahan ilmu adalah dengan patuh dan taat.

Selain itu, sering dijumpai ketika ketika seoarang kiyai atau guru sedang lewat maka santri akan behenti dan menundukan kepala, penghormatan itu bagian dari pada kosapanan dan adab dari seorang santri yang lahir dari hati bukan karena keterpaksaan. Berbeda dengan seorang raja saat terjun di tengah masyarakat dan semua warga harus menghormatnya. Feodalime itu identik dengan pemerasan, Dalam sistem feodal, rakyat harus menyerahkan sebagian besar hasil kerja mereka kepada tuan tanah. Sementara itu, dalam pesantren, santri mendapatkan pendidikan dan bimbingan tanpa eksploitasi.

Selain itu Pesantren tidak pernah menutup dan menekan seluruh santrinya, ekspresi bisa saja di lontarkan, asalkan disampaikan tetapi  dengan cara dan tuntanan yang baik.

Dalam tradisi pesantren taat dan Hormat mejadi pegangan utama untuk mendapatkan keberkahan dari pada ilmu itu sendiri, maka normal saja bila santri rela berpanasan-panasa, hujan-hujanan ketika diminta bantu oleh seorang guru, bahkan tak tanggung-tangung dalam sejarah bangsa ini santri rela kehilangan nyawa untuk membebaskan guru yang sedang ditahan oleh penjajah.

Pada intinya, dalam realitanya sistem hirarki yang terdapat dalam pesantren lebih berfungsi sebagai sistem organisasi dan pendidikan dari pada hubungan kekuasaaan yang eksploitatif semata, anggapan bahwa pesantren merupakan sistem feodal tidak sepenuhnya tepat. Hierarki yang ada di pesantren bukanlah bentuk eksploitasi, melainkan sistem pendidikan yang menekankan penghormatan terhadap ilmu dan adab. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa pesantren bukanlah institusi feodal, tetapi lembaga yang membina generasi dengan nilai-nilai keilmuan, kebijaksanaan, dan akhlak yang luhur.